EKONOMI ISLAM
Teori
Produksi Islami
Penyusun
Iin Inayah : 1461206038
Pembimbing:
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji
syukur kehadirat Allah SWT dan salawat atas Nabi Muhammad SAW, yang telah
memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita
jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini,
lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta
harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima
kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil,
sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami
menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
serta banyak kekurangannya.
Harapan
yang paling besar dari penyusunan makalah ini adalah, mudah-mudahan apa yang
kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain
yang ingin mengambil hikmah dari judul ini (Teori Produksi Islami) sebagai
tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Tangerang, 10 April
2015
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Produksi, distribusi dan konsumsi
sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak bisa
dipisahkan. Ketiganya memang saling mempengaruhi, namun harus di akui bahwa
produksi merupakan titk pangkal dari kegiatan tersebut. Tidak akan ada
distribusi tanpa produksi. Dari teori makro kita memperoleh informasi, kemajuan
ekonomi pada tingkat individu maupun bangsa lebih dapat di atur dengan tingkat
produktivitasnya,daripada kemewahan konsumtif mereka. Atau dengan kemampuan
ekspornya dari pada impornya.[1]
Dari sisi pandang konvensional, biasanya
produksi di lihat dari tiga hal, yaitu: apa yang di produksi, bagaimana
memproduksinya, dan untuk siapa barang /jasa diproduksi. Cara pandang ini untuk
memastikan bahwa kegiatan produksi cukup layak untuk mencapai skala ekonomi.
Dalam berproduksi itu tadi, ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja
sebagai salah satu dari emapt faktor produksi; tiga faktor produksi lainya
adalah sumber alam, modal dan keahlian. Dalam memandang faktor tenaga kerja
inilah terdapat sejumlah perbedaan. Paham ekonomi sosialalis misalnya memang
mengakui faktor tenaga kerja merupakan faktor penting. Namun paham ini tidak
memeberikan pengakuan dan penghargaan hak milik individu, sehingga faktor
tenaga kerja atau manusia turun derajatnya menjadi sekedar pekerja atau kelas
pekerja. Sedangkan paham kapitalis, yang saat ini menguasai dunia,memandang
modal atau kapital sebagai unsur yang terpenting dan oleh sebab itu, para
pemilik modal atau para kapitalis yang menduduki tempat yang sangat strategis
dalam ekonomi kapitalis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan, maka yang menjadi persoalan dalam makalah ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
- Apa prinsip dan faktor-faktor produksi dalam Islam?
- Di bedakan menjadi berapa biaya produksi yang di keluarkan perusahaan?
- Apa pengaruh pajak, bunga bank, zakat, dan bagi hasil terhadap biaya produksi?
- Bagaimana cara memaksimumkan keuntungan?
- Bagaimana motif, norma dan etika dalam produksi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip Produksi dalam Islam
Produksi adalah kegiatan manusia untuk
menghasilkan barang dan jasa yang kemudian di manfaatkan oleh konsumen. Secara
teknis, produksi adalah proses mentransformasikan input menjadi output. M.N
Siddiqi berpendapat, bahwa produksi merupakan penyediaan barang dan jasa dengan
memperhatikan nilai keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat.[2]
Produksi mempunyai peranan penting dalam
menentukan taraf hidup manusia dan kemakmuran suatu bangsa. Al-Qur’an telah
meletakkan landasan yang sangat kuat terhadap produksi. Dalam Al-Qur’an dan
sunnah Rasul banyak di contohkan bagaimana umat Islam di perintahkan untuk
kerja keras dalam mencari penghidupan agar mereka dapat melangsungkan
kehidupannya dengan lebih baik. Seperti(QS. Al-Qashash[28]: 73) yang artinya: “supaya kamu mencari karunia Allah,
mudah-mudahan kamu bersyukur”.
Muhammad Abdul Mannan mengemukakan,
prinsip fundamental yang harus di perhatikan dalam proses produksi adalah
prinsip kesejahteraan ekonomi. Keunikan konsep Islam mengenai kesejahteraan ekonomi
terletak pada pertimbangan kesejahteraan umum yang lebih luas yang menekankan
persoalan moral, pendidikan, agama dan persoalan lainnya.
Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan
sebuah mata rantai yang saling berkaitan satu sama lainnya. Oleh karena itu,
kegiatan produksi harus sejalan dengankegiatan konsumsi. Misalnya, adanya
keharusan mengkonsumsi makanan dan minuman halal serta pelanggaran mengonsumsi
makanan dan minuman haram. Kegiatan produksi juga harus sejalan dengan
syari’at, yakni hanya memproduksi makanan dan minuman yang halal.
B. Faktor-faktor Produksi
Hubungan antara faktor-faktor produksi
dengan tingkat produksi yang dihasilkan di namakan dengan fungsi produksi.
Faktor produksi dapat di bedakan ke dalam empat golongan yaitu, tanah, tenaga
kerja, modal, dan keahlian. Faktor-faktor produksi di kenal dengan istilah
input dan jumlah dan jumlah produksi di istilahkan dengan output.
Dalam teori ekonomi, dalam menganalisis
produksi, selalu di misalkan bahwa tiga faktor produksi (tanah, modal, dan
keahlian) adalah tetap jumlahnya.hanya tenaga kerja yang di pandang sebagai
faktor yang berubah-ubah jumlahnya.
1. Modal
Modal menduduki tempat yang spesifik.
Dalam masalah modal, ekonomi Islam memandang modal harus bebas dari bunga. M.A.
Mannan berpendapat, bahwa modal adalah sarana produksi yang menghasilkan, bukan
sebagai faktor produksi pokok, melainkan sebagai sarana untuk mengadakan tanah
dan tenaga kerja. Semua benda yang menghasilkan pendapatan selain tanah harus
dianggap sebagai modal termasuk barang-barang milik umum.
Yang dimaksud modal adalah barang-barang
atau peralatan yang dapat di gunakan untuk melakukan proses produksi. Modal
menurut pengertian ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang digunakan
untuk menghasilkan produk lebih lanjut.
Modal dapat di golongkan berdasarkan sumbernya,
bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya.
a. Berdasarkan sumbernya, modal dapat di bagi
menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. modal sendiri adalah modal yang
berasal dari dalam perusahaan sendiri. Modal asing adalah modal yang bersumber
dari luar perusahaan.
b. Berdasarkan bentuknya, modal di bagi
menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat
dilihat secara nyata dalam proses produksi. Modal abstrak adalah modal yang
tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan.
c. Berdasarkan pemilikannya, modal di bagi
menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang
sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi
pemiliknya. Sedangkan yang di maksud modal masyarakat adalah modal yang
dimiliki oleh pemerintah dan di gunakan untuk kepentinhan umumdalam proses
prosuksi.
d. Berdasarkan sifatnya, modal di bagi
menjadi modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat
digunakan secara berulang-ulang . modal lancar adalah modal yang habis di
gunakan dalam satu kali proses produksi.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja manusia adalah segala
kegiatan manusia baik jasmani maupun rohani yang di curahkan dalam proses
produksi untuk menghasilkan barang dan jasa maupun faedah suatu barang. Tenaga
kerja merupakan faktor produksi yang diakui oleh setiap sistem ekonomi baik
ekonomi islam, kapitalis, dan sosialis.
Tenaga kerja manusia dapat di
klasifikasikan menurut tingkatnya (kualitasnya) yang terbagi atas:
a. Tenaga kerja terdidik (skilled labour), adalah tenaga kerja
yang memperoleh pendidikan baik formal maupun non formal.
b. Tenaga kerja terlatih (trained labour), adalah tenaga kerja
yang memperoleh keahlian berdasarkan latihan dan pengalaman.
c. Tenaga kerja tak terdidik dan tak terlatih
(unskilled and untrained), adalah
tenaga kerja yang mengandalkan kekuatan jasmani daripada rohani.
3. Tanah
Tanah adalah faktor produksi yang penting
mencangkup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi. Ekonomi
Islam mengakui tanah sebagai faktor ekonomi untuk dimanfaatkan secara maksimal
demi mencapai kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan memperhatikan
prinsip-prinsip ekonomi Islam.
4. Kewirausahaan
Faktor kewirausahaan adalah keahlian atau
ketrampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir faktor-faktor produk.
Sumber daya pengusaha yang di sebut juga
kewirausahaan. Berperan mengatur dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi
dalam rangka meningkatkan kegunaan barang atau jasa secara efektif dan efesien.
Untuk mengatur dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi pengusaha harus
mempunyai kemampuan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan
mengendalikan usaha. Organisasi sebagai faktor produksi dalam ekonomi Islam
berbeda dengan konsep dalam ekonomi konvensional. Dalam sistem ekonomi Islam,
organisasi sebagai faktor produksi yang mempunyai ciri-ciri yaitu:
a. pertama,
dalam ekonomi Islam
produksi lebih di dasarkan pada equity
based (kekayaan) dari pada loan based
(pinjaman).
b. Kedua
sebagai akibatnya,
pengertian keuntungan biasanya mempunyai arti yang luas dalam kerangka ekonomi
karena dalam sistem ekonomi Islam tidak mengenal bunga.
c. Ketiga,
karena sifat terpadu
organisasi inilah tuntutan akan integritas moral, ketetapan dan kejujuran dalam
accounting jauh lebih diperlukan dari
pada organisasi konvensional dimana para pemodal tidak menjadi bagian dari
manajemen.
d. Keempat,
faktor manusia dalam
produksi stategi usaha mempunyai signifikasi lebih diakui dibandingkan
manajemen lainnya yang di dasarkan pada pemaksimalan keuntungan atau penjualan.
1. Teori produksi dengan satu faktor berubah
Teori produksi yang sederhana selalu
menggambarkan tentang hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan
jumlah tenaga kerja yang di gunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat
produksi barang tersbut.
Dengan demikian pada hakikatnya hukum
hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan, bahwa hubungan dengan tingkat
produksi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan dapat di bedakan dalam tiga
tahap yaitu:
a) Tahap pertama: produksi total mengalami
pertambahan yang semakin cepat.
b) Tahap kedua: produksi total pertumbuhannya
semakin lambat
c) Tahap ketiga: produksi total semakin lama
semakin berkurang.
2. Teori
produksi dengan dua faktor berubah
Dalam teori istilah isoquant, yakni kesamaan jumlah, volume atau kuantitas produksi
pada berbagai kombinasi penggunaan input (dengan berbagai tingkat biaya).
Dengan demikian, maka kurva isoquant adalah
kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi penggunaan input yang meghasilkan
jumlah (volume) output yang sama.
C. Biaya Produksi
Biaya merupakan pengorbanan sumber
ekonomi, yang di ukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang
kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Biaya merupakan harga pokok
atau bagiannya yang telah dimanfaatkan atau dikonsumsi untuk memperoleh
pendapatan.
Biaya produksi merupakan semua pengeluaran
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan
bahan-bahan mentah yang akan digunakan menciptakan barang-barang yang
diproduksi perusahaan. Dalam arti sempit
biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang
yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi untuk mencapai tujuan
terentu. Dalam arti luas biaya adalah semua pengeluaran yang dilakukan
perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan menciptakan produk yang
diproduksi perusahaan tersebut.
Dari definisi di atas dapat di simpulkan,
bahwa terdapat empat unsur dalam biaya yaitu:
1) pengorbanan sumber ekonomi
2) Diukur dalam satuan uang
3) telah terjadi atau kemungkinan akan
terjadi
4) Untuk mencapai tujuan tertentu
Biaya produksi yang dikeluarkan setiap
perusahaan dapat di bedakan kepada dua jenis, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya yang selalu
berubah (variabel cost). Keseluruhan
biaya produksi yang dikeluarkan dinamakan biaya total (total cost).
D. Pengaruh Pajak, Bunga Bank, Zakat, dan
Bagi Hasil Terhadap Biaya Produksi
Pengenaan pajak atas suatu barang yang
diproduksi/dijual akan memengaruhi keseimbangan pasar barang. Pajak yang
dikenakan atas penjualan suatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut
naik. Sebab setelah dikenakan pajak produsen akan mengalihkan beban pajak
tersebut ke konsumen, yaitu dengan jalan menawarkan harga jual yang lebih
tinggi. Akibatnya, harga keseimbangan yang tercipta di pasar menjadi lebih
tinggi dari pada harga keseimbangan sebelum pajak, sedangkan jumlah
keseimbangan menjadi lebih sedikit.
Pajak di kenakan atas penjualan selalu
menambah harga barang yang ditawarkan, sehingga hanya mempengaruhi fungsi
penawaran, sedangkan fungsi permintaannya tetap. Pajak dapat mempengaruhi nilai
keseimbangan pasar sebuah barang seperti jumlah keseimbangan dan harga
keseimbangan pasar barang tersebut. Keseimbangan pasar dapat di temukan ketika
nilai Qd = Qs atau Pd = Ps. Pajak dapat menurunkan jumlah permintaan barang di
pasar karen asetelah dikenakan pajak para produsen akan menaikkan harga barang
mereka. Jika sebelum terkena pajak fungsi penawaran barangnya adalah Ps = a +
Bq maka setelah terkena pajak fungsi penawarannya akan menjadi Ps = a + bQ +t.
E. Pemaksimuman Keuntungan
Bagaimana perusahaan mencapai keuntungan
yang maksimum? Keuntungan maksimum dapat dicapai apabila perbedaan antara hasil
penjualan dengan biaya produksi mencapai tingkat yang paling besar. Keuntungan
di peroleh apabila hasil penjualan melebihi dari biaya produksi. Sementara itu,
kerugian akan dialami apabila hasil kurang dari biaya produksi.[3]
Dalam menganalisis suatu usaha, ada dua
hal yang harus diperhatikan, yaitu biaya produksi yang dikeluarkan dan hasil
penjualan dari barang-barang produksi. Di dalam jangka pendek, pemaksimuman
keuntungan oleh suatu perusahaan dapat di cari dengan dua cara yakni;
membandingkan hasil penjualan total dengan biaya total dan menunjukkan hasil
penjualan marginal sama dengan biaya marginal.[4]
Keuntungan adalah perbedaan antara hasil penjualan total yang diperoleh dengan
biaya total yang dikeluarkan. Keuntungan akan mencapai maksimim apabila
perbedaan di antara keduannya adalah maksimum.
Berkaitan dengan keuntungan dalam
produksi, Imam Al-Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa mencari keuntungan merupakan
motif utama dalam perdagangan. Namu ia memberikan penekanan dalam etika bisnis,
bahwa keuntungan yang hakiki yang dicari adalah keuntungan di akhirat.
Cara yang kedua adalah dengan menggunakan
bantuan kurva atau biaya rata-rata dan biaya marginal. Pemaksimiman keuntungan
di capai pada tingkat produksi di mana hasil penjualan marginal (marginal revenue/ MR) sama dengan biaya
marginal (MC), MR=MC. Marginal revenue merupakan
tambahan hasil penjualan yang diperoleh perusahaan dari menjual satu unit lagi
barang yang diproduksi.
F. Motif Produksi
Dalam teori ekonomi, berbagai jenis
perusahaan dipandang sebagai unit-unit badan usaha yang mempunyai tujuan untuk
mencapai keuntungan yang maksimum. Pembahasan produksi dalam ekonomi
konvensional senantiasa mengusung maksimalisasi keuntungan sebagai motif utama
sekaligus sebagai tujuan dari keputusan ekonomi. Strategi, konsep dan tekhnik
produksi semua di arahkan untuk mencapai
keuntungan maksimum, baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.
Produsen dalam sistem ekonomi ini adalah profit
seeker atau profit maximizer.
Motif untuk memaksimumkan keuntungan di
pandang tidak salah dalam islam. Upaya untuk mencari keuntungan merupakan
konsekuensi logis dari aktivitas produksi seorang karena keuntungan itu
merupakan rezeki yang diberukan Allah SWT kepada manusia. Maslahah dalam
perilaku produsen terdiri atas dua komponen, yaitu manfaat dan bekrah.
G. Norma dan Etika dalam Produksi
Adapun nilai-nilai yang
penting dalam bidang produksi adalah:
1.
Ihsan
dan Itqan (sungguh-sungguh) dalam berusaha
Islam tidak hanya memerintahkanmanusia
untuk bekerja dan mengembangkan hasil usahannya (produktivitas), tetapi Islam
memandang setiap usaha seseorang sebagai ibadah kepada Allah SWT dan jihad di
jalan Allah SWT. M. Abdul Mun’in Al-Jamal, dalam hal ini mengemukakan hal yang
sama bahwa usaha dan peningkatan produktivitas dalam pandangan Islam adalah
sebagai ibadah, bahkan aktivitas perekonomian ini dipandang semulia-mulianya
nilai. Karena hanya dengan bekerja setiap individu dapat memenuhi hajat
hidupnya, hajat hidup keluarga, berbuat baik kepada karib kerabat, memberikan
pertolongan dan ikut berpartisipasi dalam mewujudkan kemaslahatan umum.
2.
Iman, Taqwa, Maslahah, dan Istiqomah
Iman, taqwa dan istiqomah merupakan
pendorong yang sangat kuat untuk memperbesar produksi melalui kerja keras
dengan baik, ikhlas, dan jujur dalam melakukan kegiatan produksi yang
dibutuhkan untuk kepentingan umat, agama, dan dunia.[5]
3.
Bekerja
pada Bidang yang Dihalalkan Allah SWT
Selanjutnya, akhlak utama yang harus
diperhatikan seseorang Muslim dalam bidang produksi secara pribadi maupun
kolektif adalah bekerja pada bidang yang dihalalkan Allah SWT. Oleh karena itu,
setiap usaha yang mengandung unsur kezaliman dan mengambil hak orang lain
dengan jalan yang bathil, seperti mengurangi takaran timbangan dan sebagainnya,
memperoleh sesuatu yang tidak diimbangi dengan kerja atau pengorbanan yang
setimpal seperti riba dan sejenisnya, harta yang di hasilkan dari barang yang
haram seperti khamar, atau bekerja dibidang pekerjaan yang tidak dibenarkan
manurut syari’at seperti kerja di bar atau diskotik diharamkan Islam.
Dalam sistem ekonomi kapitalis ataupun
sosialis tidak mengenal batas-batas halal dan haram, hanya mementingkan segi
keuntungan semata, tanpa memperhatikan apakah yang di produksi itu bermanfaat
atau memudaratkan, sesuai dengan norma atau tidak. Dalam sistem ekonomi Islam,
seseorang Muslim tidak diperbolehkan menanam sesuatu yang memabukkan seperti
hasysi (ganja) atau yang memudaratkan seperti tembakau.[6]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan;
-Produksi adalah kegiatan manusia untuk
menghasilkan barang dan jasa yang kemudian di manfaatkan oleh konsumen. Secara
teknis, produksi adalah proses mentransformasikan input menjadi output. M.N
Siddiqi berpendapat, bahwa produksi merupakan penyediaan barang dan jasa dengan
memperhatikan nilai keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat dan faktor-faktor
produksi adalah modal, tenaga kerja, tanah, kewirausahaan.
-Biaya produksi yang di keluarkan setiap
perusahaan dapat di bedakan menjadi dua jenis yaitu biaya tetap dan biaya yang
selalu berubah.
-Pengenaan pajak atas suatu barang yang
diproduksi/dijual akan memengaruhi keseimbangan pasar barang.
-Keuntungan adalah perbedaan antara hasil
penjualan total yang diperoleh dengan biaya total yang dikeluarkan. Keuntungan
akan mencapai maksimim apabila perbedaan di antara keduannya adalah maksimum.
-Motif untuk memaksimumkan keuntungan di pandang
tidak salah dalam islam. Upaya untuk mencari keuntungan merupakan konsekuensi
logis dari aktivitas produksi seorang karena keuntungan itu merupakan rezeki
yang diberukan Allah SWT kepada manusia. Maslahah dalam perilaku produsen
terdiri atas dua komponen, yaitu manfaat dan berkah. Dan adapun nilai-nilai
yang penting dalam bidang produksi adalah: 1)ihsan dan itqan, 2)iman, taqwa,
maslahah dan istiqomah, 3)bekerja pada bidang yang di halalkan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa Edwin Nasution,
M.Sc,MAEP, Ph.D., et al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam.
(Jakarta: Kencana, 2007) , cet.II, hlm. 101.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI)
UII, Ekonomi Islam , Jakarta: Rajawali Press, 2008, hlm. 230.
Yusuf al-Qaradhawi, Imam wa al-hayah, terj.Fakhruddin HS. Iman dan kehidupan, (Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 197.
Yusuf al-Qaradhawi, al-hahal wa al-haram fi al-Islam, (t.tp. Dar al-Ma’rifah, 1987),
hlm. 126.
[1] Mustafa Edwin Nasution, M.Sc,MAEP, Ph.D., et
al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. (Jakarta: Kencana, 2007) ,
cet.II, hlm. 101.
[2]
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII, Ekonomi Islam , Jakarta:
Rajawali Press, 2008, hlm. 230.
[3] Ibid., hlm. 189.
[4] Ibid., hlm. 233.
[5] Yusuf
al-Qaradhawi, Imam wa al-hayah,
terj.Fakhruddin HS. Iman dan kehidupan,
(Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 197.
[6]
Yusuf al-Qaradhawi, al-hahal wa al-haram
fi al-Islam, (t.tp. Dar al-Ma’rifah, 1987), hlm. 126.